Bermain dunianya anak-anak. Tiada yang lebih menggembirakan selain bermain. Bentuk dan macam permainan adalah kesepakatan sesama teman bermain. Salah satu bentuk pembelajaran untuk menghargai pendapat orang banyak dan bertoleransi. Kuncinya kesepakatan bersama baru ada permainan. Kalau tidak ,terpaksa harus bermain sendiri tanpa ada yang menemani atau menonton. Sunyi dan sepi sendiri. Tidak ada serunya, karena tidak ada tantangan dan apa yang harus diperjuangkan .Tidak ada dinamika, akhirnya akan bosan sendiri.
Main kelereng, atau gundu , salah satu permainan paforitku. Suatu mainan yang bahannya terbuat dari gelas kaca. Ukurannya bermacam - macam ,bundar seperti buah duku atau buah lengkeng. Warna dan coraknya bermacam-macam. Yang paling banyak bercorak belimbing warna-warni. Cantik sekali. Kalau dikantongi disaku celana sambil kita berjalan atau lari-lari kecil bergerincing bunyinya mengiringi langkah kita. Bertambah banyak bertambah nyaring bunyinya yang menambah gaya dan bangga pemiliknya. Sebagai tanda menunjukkan dia seorang pemenang bukan pecundang!
Aku sangat menyenangi permainan kelereng ini. Agar tidak kalahan maka tiap ada waktu luang aku berlatih sendiri dihalaman belakang rumah dibawah pohon kedongdongku yang rindang. Berbagai trik dan situasi permainan aku latih sendiri dengan tekun. Bagaimana menembak dengan jari telunjuk kanan agar hasilnya keras dan jauh serta bagaimana menggunakan jari tengah agar bisa membidik tepat dan halus, semua kulatih tiada henti. Kadang -kadang aku bermain melawan diri sendiri untuk meningkatkan kesabaran dan keterampilan.
Bentuk permainan yang biasa dimainkan adalah main porces. Cara permainannya dengan menggambar segitiga sama kaki ditanah kemudian masing-masing pemain meletakkan sebuah kelerengnya diatas gambaran segitiga tersebut. Buah pasangan namanya, buah kelereng yang dipertaruhkan. Peserta, tergantung jumlah pemain. Biasanya paling sedikit tiga pemain dan paling banyak idealnya enam pemain. Kalau lebih dari itu dibuat dua kelompok. Permainan dimulai dengan cara masing-masing pemain menggunakan sebuah kelereng sebagai gacoannya lalu melempar buah pasangan tersebut dari jarak dua atau tiga meter .Pemain secara bergantian melempar sesuai urutan berdasarkan hasil undian dengan adu sut jari tangan Pelemparan gaco dilakukan dengan membidik dan melempar keras dengan maksud mengenai buah pasangan atau agar hasil lemparan mendarat dilapangan permainan terjauh.
Selanjutnya yang mengawali permainan adalah siapa yang berhasil mengenai buah pasangan, dialah mendapat giliran pertama.. Kalau tidak ada yang mengenai buah pasangan ,maka yang mulai bermain adalah gacoannya yang terjauh. Pemain harus berusaha menghabiskan buah pasangan diporces pada saat giliran bermain. Ada yang sekali giliran main sudah mampu menghabiskan semua buah pasangan. Tanda dia pemain yang terampil. Berbagai taktik untuk menang dilakukan ,antara lain kalau tidak mau memburu gacoan lawan , maka pilihannya adalah menembakkan gacoan ketempat yang kosong untuk disembunyikan agar tidak dapat dimatikan oleh lawan-lawan main. Pemain yang mampu menghabiskan buah pasangan terakhir dilanjutkan berburu menembak gacoan lawan . Pemain yang gacoannya kena tembak maka gacoannya mati ,selesailah permainannya pada game tersebut.
Selanjutnya permainan dilanjutkan dengan game baru . Berulang-ulang game sampai beberapa orang menyerah kalah karena sudah habis buah pasangannya. Kalau buah pasangan cepat habis karena kalah terus, bisa berhutang atau membeli buah pasangan ke pemenang. Inilah asiknya permainan . Apabila mampu menang terus ,maka dapat menjual buah pasangan ,dengan sendirinya akan dapat tambahan uang jajan . Permainan ini menjadi sumber uang jajanku. Oleh sebab itu, aku tekun berlatih agar selalu menang,….menang, ada motivasi uang jajan dibalik kemenangan.
Uang jajan dambaan semua anak. Oleh karena tidak setiap saat dapat peroleh uang jajan dari orang tua, maka menjadi motivasi untuk menjadi terbaik agar selalu menang. Aku suka bertandang kekelompok bermain lain mencari lawan tanding. “Ngandon”, istilahnya. Karena sering menang buah kelerengku banyak sekali sampai beratus-ratus buah. Kusimpan di kaleng biscuit sampai penuh.
Aku boleh bermain kemana saja oleh orang tuaku. Hanya ada aturan yang tidak dapat ditawar , paling lambat jam lima sore harus sudah berada dirumah dalam keadaan sudah mandi bersih. Oleh sebab itu aku harus dapat mengatur jam bermain ini. Kalau tidak ,siap-siap mendapat marah dari Ayah atau ibuku. Ibuku agak lunak paling-paling menegur mengapa terlambat pulang. Asal dapat mengemukakan alasan yang tepat , semua …beres. Beda sekali dengan ayahku, larangan tetap larang tidak boleh dilanggar. Dilanggar, harus siap mendapat sanksi. Sangksi teringan kuping di jewer. Paling sering siap-siap pantat atau betis kena sabetan ikat pinggang atau rotan bulu ayam. Memerah dan membiru bekasnya. Tidak boleh mengaduh atau berteriak kesakitan. Tambah berteriak bertambah hukuman. Aku sudah kebal dan pasrah berapapun kena pukulan, aku diam saja, karena sadar salah . Resiko yang harus ditanggung, harus tabah dan kuat menghadapinya. Namun kalau sudah terlalu banyak pukulan yang kuterima karena seringnya melanggar ,ibuku pun tidak tega . Ibuku membela dengan berkata kepada ayahku: “cukuplah jangan diteruskan lagi”. Begitulah kasih ibu. Biasanya ayahku berhenti menghukumku. Hukuman selesai ,tetapi kesalahan yang sama tetap terulang, aku suka lalai aturan ini.
Ibuku bukan tidak mau menghukumku sama sekali,tetapi bentuknya lain. Ibuku tidak pernah memukul, kalau kenakalanku sudah keterlaluan. Aku diseterap berdiri ditiang atau dibawah pohon kedongdongku sampai waktunya disuruh selesai menjalani hukuman. Hukuman yang lebih keras lagi adalah diikat dengan tali atau stagen(kemban) ibuku di tiang rumah atau pohon kayu. Yang membuatku malu , kalau dilihat teman-teman pasti akan menggoda dan meledekku. Dijadikan bahan tertawaan. Ya,.. aku pasrah resiko kesalahan yang harus dipikul. Karena seringnya aku melanggar waktu pulang , ayahku mencari akar penyebabnya . Pikirnya penyebabnya tidak lain bermain kelereng yang tidak mengenal waktu.
Sampailah suatu saat, ketika aku mau membuka kaleng biscuit tempat kelerengku tersimpan , isinya kosong . Kosong ,..ada yang memindahkanya. Ku tanya ibuku, jawabnya: “Tidak tau , tanya ayahmu”. Siapa yang berani bertanya kepada ayah ,dampratan yang akan didapat. Hilang lenyap tanpa bekas kelerengku. Sejak itu aku berhenti main kelereng seiring dengan pergantian musim bermain.
Main kelereng, atau gundu , salah satu permainan paforitku. Suatu mainan yang bahannya terbuat dari gelas kaca. Ukurannya bermacam - macam ,bundar seperti buah duku atau buah lengkeng. Warna dan coraknya bermacam-macam. Yang paling banyak bercorak belimbing warna-warni. Cantik sekali. Kalau dikantongi disaku celana sambil kita berjalan atau lari-lari kecil bergerincing bunyinya mengiringi langkah kita. Bertambah banyak bertambah nyaring bunyinya yang menambah gaya dan bangga pemiliknya. Sebagai tanda menunjukkan dia seorang pemenang bukan pecundang!
Aku sangat menyenangi permainan kelereng ini. Agar tidak kalahan maka tiap ada waktu luang aku berlatih sendiri dihalaman belakang rumah dibawah pohon kedongdongku yang rindang. Berbagai trik dan situasi permainan aku latih sendiri dengan tekun. Bagaimana menembak dengan jari telunjuk kanan agar hasilnya keras dan jauh serta bagaimana menggunakan jari tengah agar bisa membidik tepat dan halus, semua kulatih tiada henti. Kadang -kadang aku bermain melawan diri sendiri untuk meningkatkan kesabaran dan keterampilan.
Bentuk permainan yang biasa dimainkan adalah main porces. Cara permainannya dengan menggambar segitiga sama kaki ditanah kemudian masing-masing pemain meletakkan sebuah kelerengnya diatas gambaran segitiga tersebut. Buah pasangan namanya, buah kelereng yang dipertaruhkan. Peserta, tergantung jumlah pemain. Biasanya paling sedikit tiga pemain dan paling banyak idealnya enam pemain. Kalau lebih dari itu dibuat dua kelompok. Permainan dimulai dengan cara masing-masing pemain menggunakan sebuah kelereng sebagai gacoannya lalu melempar buah pasangan tersebut dari jarak dua atau tiga meter .Pemain secara bergantian melempar sesuai urutan berdasarkan hasil undian dengan adu sut jari tangan Pelemparan gaco dilakukan dengan membidik dan melempar keras dengan maksud mengenai buah pasangan atau agar hasil lemparan mendarat dilapangan permainan terjauh.
Selanjutnya yang mengawali permainan adalah siapa yang berhasil mengenai buah pasangan, dialah mendapat giliran pertama.. Kalau tidak ada yang mengenai buah pasangan ,maka yang mulai bermain adalah gacoannya yang terjauh. Pemain harus berusaha menghabiskan buah pasangan diporces pada saat giliran bermain. Ada yang sekali giliran main sudah mampu menghabiskan semua buah pasangan. Tanda dia pemain yang terampil. Berbagai taktik untuk menang dilakukan ,antara lain kalau tidak mau memburu gacoan lawan , maka pilihannya adalah menembakkan gacoan ketempat yang kosong untuk disembunyikan agar tidak dapat dimatikan oleh lawan-lawan main. Pemain yang mampu menghabiskan buah pasangan terakhir dilanjutkan berburu menembak gacoan lawan . Pemain yang gacoannya kena tembak maka gacoannya mati ,selesailah permainannya pada game tersebut.
Selanjutnya permainan dilanjutkan dengan game baru . Berulang-ulang game sampai beberapa orang menyerah kalah karena sudah habis buah pasangannya. Kalau buah pasangan cepat habis karena kalah terus, bisa berhutang atau membeli buah pasangan ke pemenang. Inilah asiknya permainan . Apabila mampu menang terus ,maka dapat menjual buah pasangan ,dengan sendirinya akan dapat tambahan uang jajan . Permainan ini menjadi sumber uang jajanku. Oleh sebab itu, aku tekun berlatih agar selalu menang,….menang, ada motivasi uang jajan dibalik kemenangan.
Uang jajan dambaan semua anak. Oleh karena tidak setiap saat dapat peroleh uang jajan dari orang tua, maka menjadi motivasi untuk menjadi terbaik agar selalu menang. Aku suka bertandang kekelompok bermain lain mencari lawan tanding. “Ngandon”, istilahnya. Karena sering menang buah kelerengku banyak sekali sampai beratus-ratus buah. Kusimpan di kaleng biscuit sampai penuh.
Aku boleh bermain kemana saja oleh orang tuaku. Hanya ada aturan yang tidak dapat ditawar , paling lambat jam lima sore harus sudah berada dirumah dalam keadaan sudah mandi bersih. Oleh sebab itu aku harus dapat mengatur jam bermain ini. Kalau tidak ,siap-siap mendapat marah dari Ayah atau ibuku. Ibuku agak lunak paling-paling menegur mengapa terlambat pulang. Asal dapat mengemukakan alasan yang tepat , semua …beres. Beda sekali dengan ayahku, larangan tetap larang tidak boleh dilanggar. Dilanggar, harus siap mendapat sanksi. Sangksi teringan kuping di jewer. Paling sering siap-siap pantat atau betis kena sabetan ikat pinggang atau rotan bulu ayam. Memerah dan membiru bekasnya. Tidak boleh mengaduh atau berteriak kesakitan. Tambah berteriak bertambah hukuman. Aku sudah kebal dan pasrah berapapun kena pukulan, aku diam saja, karena sadar salah . Resiko yang harus ditanggung, harus tabah dan kuat menghadapinya. Namun kalau sudah terlalu banyak pukulan yang kuterima karena seringnya melanggar ,ibuku pun tidak tega . Ibuku membela dengan berkata kepada ayahku: “cukuplah jangan diteruskan lagi”. Begitulah kasih ibu. Biasanya ayahku berhenti menghukumku. Hukuman selesai ,tetapi kesalahan yang sama tetap terulang, aku suka lalai aturan ini.
Ibuku bukan tidak mau menghukumku sama sekali,tetapi bentuknya lain. Ibuku tidak pernah memukul, kalau kenakalanku sudah keterlaluan. Aku diseterap berdiri ditiang atau dibawah pohon kedongdongku sampai waktunya disuruh selesai menjalani hukuman. Hukuman yang lebih keras lagi adalah diikat dengan tali atau stagen(kemban) ibuku di tiang rumah atau pohon kayu. Yang membuatku malu , kalau dilihat teman-teman pasti akan menggoda dan meledekku. Dijadikan bahan tertawaan. Ya,.. aku pasrah resiko kesalahan yang harus dipikul. Karena seringnya aku melanggar waktu pulang , ayahku mencari akar penyebabnya . Pikirnya penyebabnya tidak lain bermain kelereng yang tidak mengenal waktu.
Sampailah suatu saat, ketika aku mau membuka kaleng biscuit tempat kelerengku tersimpan , isinya kosong . Kosong ,..ada yang memindahkanya. Ku tanya ibuku, jawabnya: “Tidak tau , tanya ayahmu”. Siapa yang berani bertanya kepada ayah ,dampratan yang akan didapat. Hilang lenyap tanpa bekas kelerengku. Sejak itu aku berhenti main kelereng seiring dengan pergantian musim bermain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar